Minggu, 18 November 2018

ETIKA PROFESI tugas 2 cyber law di berbagai negara

INDONESIA

Latar Belakang :

Munculnya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini bermula dari mulai merasuknya pemanfaatan Teknologi Informasi dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini. Jika kita lihat, kita mulai terbiasa menggunakan mesin ATM untuk mengambil uang; menggunakan handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi (mobile banking); menggunakan Internet untuk melakukan transaksi (Internet banking, membeli barang), berikirim e-mail atau untuk sekedar menjelajah Internet; perusahaan melakukan transaksi melalui Internet (e-procurement); dan masih banyak lainnya. Semua kegiatan ini merupakan pemanfaatan dari Teknologi Informasi. Teknologi Informasi memiliki peluang untuk meningkatkan perdagangan dan perekonomian nasional yang terkait dengan perdagangan dan perekonomian global. Salah satu kendala yang muncul adalah ketidak-jelasan status dari transaksi yang dilakukan melalui media cyber ini. Untuk itu Cyberlaw Indonesia harus dipersiapkan.

UU ITE mulai dirancang pada bulan maret 2003 oleh kementerian Negara komunikasi dan informasi (kominfo),pada mulanya RUU ITE diberi nama undang-undang informasi komunikasi dan transaksi elektronik oleh Departemen Perhubungan,Departemen Perindustrian,Departemen Perdagangan, serta bekerja sama dengan Tim dari universitas yang ada di Indonesia yaitu Universitas Padjajaran (Unpad),Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI).

Pada tanggal 5 september 2005 secara resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan RUU ITE kepada DPR melalui surat No.R/70/Pres/9/2005.
Dan menunjuk Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan bersama dengan DPR RI.

Fokus pada bidang :

Hukum Siber di Indonesia melakukan fokus di bidang Transaksi Elektronik dan Pemblokiran akses pada situs-situs terlarang.

Pelanggaran yang pernah terjadi :

Kasus : Ribuan anak Indonesia jadi korban pornografi di internet
Menurut data yang dipublikasikan KPAI, sejak tahun 2011 hingga 2014, jumlah anak korban pornografi dan kejahatan online di Indonesia telah mencapai jumlah 1.022 anak. Secara rinci dipaparkan, anak-anak yang menjadi korban pornografi online sebesar 28%, pornografi anak online 21%, prostitusi anak online 20%, objek cd porno 15% serta anak korban kekerasan seksual online 11%. Jumlah itu diprediksi akan terus meningkat bila tidak ditanggulangi secara optimal. Pertumbuhan angka anak korban kejahatan online itu bertumbuh pesat seiring meningkatnya jumlah pengguna internet di Tanah Air. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kemkominfo melakukan pemblokiran terhadap banyak situs pornografi, prostitusi online dan situs situs berbahaya lain. 


MALAYSIA
 
Latar Belakang :
Malaysia adalah salah satu negara yang cukup fokus pada dunia cyber, terbukti Malaysia memiliki Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan Digital) 1997.
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen.
Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
Dan Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 yang mengatur konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri.
Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 kemudian disahkan oleh parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
Tapi kali ini saya hanya membahas tentang Computer Crime Act, karena kita lebih fokus pada cybercrime. Secara umum Computer Crime Act, mengatur mengenai:
§  Mengakses material komputer tanpa ijin
1.   Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
2.   Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
3.   Mengubah / menghapus program atau data orang lain
4.   Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Fokus pada bidang :
Hukum dan transaksi bisnis.
KASUS:
Liputan6.com, Kuala Lumpur – Hubungan antara Malaysia dan Korea Utara tengah menegang akibat saling sandera warga. Upaya terbaik untuk memecah pertikaian diplomatik pun terus dilakukan.
Saat ini, Malaysia juga tengah fokus pada 1.000 warga Korea Utara yang tercatat berada di Negeri Jiran.
Kasus pembunuhan Kim Jong Nam di Kuala Lumpur International Airport 2 pada tiga pekan lalu telah memicu spekulasi, bahwa banyak terjadi operasi intelijen pihak Pyongyang di Malaysia.
Sebuah sumber mengatakan kepada Bernama bahwa kehadiran banyak orang Korea Utara di Malaysia berkedok karir di berbagai bidang, sudah direncanakan untuk membentuk jaringan intelijen terorganisir.
“Mudah untuk dipahami mengapa cukup banyak warga Korea Utara bekerja sebagai spesialis teknologi informasi (IT) dan tergabung di perusahaan lokal di Cyberjaya. Alasannya, untuk membantu mereka mengumpulkan informasi dan data secara internal,” kata sumber yang identitasnya dirahasiakan.
“Mereka bukan orang biasa karena dilatih secara khusus sebelum dipilih oleh rezim untuk bekerja di luar negeri. Sementara yang disponsori oleh perusahaan lokal, kehadiran mereka di Malaysia tidak hanya bekerja tetapi juga menjadi mata-mata yang terlatih.”
Menurut sumber itu, kelompok orang ini adalah bagian dari sekitar 100.000 warga Korea Utara yang bekerja di luar negeri di seluruh dunia, dan telah menjadi “sumber” berharga untuk rezim Korea Utara. Mereka juga mengirim uang hasil kerjanya ke negara asal.
Setiap warga Korea Utara di luar negeri wajib melapor ke kedutaan mereka tiap bulan dan menjalani ‘pembekalan’ ulang.
 
SINGAPURA
 
Latar Belakang :

Sejak 10 Juli 1998 dibentuk The Electronic Transactions Act untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapura.

ETA dibuat dengan tujuan :

·         Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
·         Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik  yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin mengamankan perdagangan elektronik;
·         Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
·         Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
·         Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
·         Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Fokus pada bidang : Hukum Siber di Singapura melakukan fokus di bidang kontrak elektronik, kewajiban penyedia jasa jaringan, tandatangan elektonik, dan arsip elektronik. 
Pelanggaran yang pernah terjadi : Kasus : Singapura Kena Serangan Cyber: Data 1,5 Juta Penduduk Dicuri Data pribadi 1,5 juta penduduk Singapura dicuri oleh hacker dalam sebuah serangan cyber yang terjadi baru-baru ini. 1,5 juta orang yang data pribadinya dicuri itu adalah pasien dari institusi penyedia layanan kesehatan terbesar di Singapura yang bernama SingHealth. Lebih parahnya lagi, data-data obat yang pernah diresepkan ke 160 ribu orang di antaranya juga ikut tercuri, salah satunya adalah data milik Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.  
 
THAILAND
Latar Belakang :

Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.

Fokus pada bidang :
Hukum Siber di Thailand melakukan fokus di bidang hak cipta digital dan privasi dalam berkomunikasi.

Pelanggaran yang pernah terjadi :
Kasus : Sebar Foto Raja Kenakan Masker, Redaktur Thailand Dikriminalisasi

Seorang redaktur majalah terkemuka di Thailand menghadapi kemungkinan tuduhan kriminal karena dianggap menghina keluarga kerajaan. Redaktur itu dilaporkan ke polisi setelah menyebarkan gambar raja-raja Thailand mengenakan masker wajah untuk menyoroti polusi udara di Kota Chiang Mai. Foto itu buatan seorang siswa terkait rencana unjuk rasa antipolusi udara, yang kemudian dibatalkan gubernur.

Gubernur Chiang Mai pada Minggu, 1 April 2018 mengatakan Pim Kemasingki, redaktur dari majalah Chiang Mai Citylife, telah melanggar Undang-Undang Kejahatan Komputer atau cyber crime dengan berbagi gambar melecehkan keluarga kerajaan.

(sumber : https://dunia.tempo.co/read/1075385/sebar-foto-raja-kenakan-masker-redaktur-thailand-dikriminalisasi/full&view=ok


INDIA

Latar belakang :
 
Kejahatan Cyber ​​tidak didefinisikan dalam Undang-Undang Teknologi Informasi 2000 atau dalam Kebijakan Keamanan Cyber ​​Nasional 2013 atau dalam peraturan lain di India. Sebenarnya, itu tidak bisa juga. Kejahatan atau pelanggaran telah ditangani dengan daftar terperinci berbagai tindakan dan hukuman untuk masing-masing, berdasarkan KUHP India, 1860 dan beberapa undang-undang lain juga. Oleh karena itu, untuk mendefinisikan kejahatan cyber, dapat dikatakan, itu hanyalah kombinasi dari kejahatan dan komputer. Sederhananya dengan kata lain ‘pelanggaran atau kejahatan apa pun di mana komputer digunakan adalah kejahatan cyber’. Menariknya, bahkan pelanggaran kecil seperti mencuri atau mengambil kantung dapat dibawa dalam lingkup yang lebih luas dari cybercrime jika data dasar atau bantuan untuk pelanggaran semacam itu adalah komputer atau informasi yang disimpan di komputer yang digunakan (atau disalahgunakan) oleh penipu. The I.T. Act mendefinisikan penyalahgunaan komputer, jaringan komputer, data, informasi, dan semua bahan penting lainnya merupakan bagian dari cybercrime.

Dalam kejahatan cyber, komputer atau data itu sendiri sasaran atau objek pelanggaran atau alat dalam melakukan pelanggaran lain, memberikan masukan yang diperlukan untuk pelanggaran itu. Semua tindakan kejahatan semacam itu akan berada di bawah definisi kejahatan cyber yang lebih luas.

Fokus pada bidang :

perlindungan data / privasi pengguna internet dan keamanan pada sistem komputer atau perangkat komunikasi lainnya.
 
Kasus:
 
Penjahat cyber meretas sistem Bank Cosmos India dan menghirup hampir 944 juta rupee ($ 13,5 juta) melalui penarikan simultan di 28 negara selama akhir pekan, kata bank kepada polisi.

Bank koperasi itu mengatakan bahwa peretas tak dikenal mencuri informasi pelanggan melalui serangan malware ke mesin ATM otomatis (ATM), mengeluarkan 805 juta rupee dalam 14.849 transaksi dalam waktu dua jam pada 11 Agustus, terutama di luar negeri.


Selain penarikan ATM, peretas mentransfer 139 juta rupee ke rekening perusahaan yang berbasis di Hong Kong dengan mengeluarkan tiga transaksi tidak sah ke jaringan pembayaran global SWIFT, bank mengatakan dalam keluhan polisi, salinan yang dilihat oleh Reuters.

SWIFT, yang sistem pesanannya digunakan untuk mentransfer triliunan dolar setiap hari, mengatakan itu tidak mengomentari kasus-kasus individual.

Cosmos Bank, yang berbasis di Pune, mengatakan dalam sebuah pernyataan pers bahwa perangkat lunak perbankan utamanya menerima permintaan pembayaran kartu debit melalui "sistem konversi" tetapi disahkan dalam serangan itu.

"Selama serangan malware, switch proxy dibuat dan semua persetujuan pembayaran palsu disetujui oleh sistem konversi proxy," kata bank tersebut.

Bank menolak untuk mengekspos negara-negara, menyebutkan risiko keamanan.

Polisi mengatakan mereka sedang menyelidiki pencurian.

Disponsori oleh Jurnal Asuransi
Seorang petugas polisi, yang enggan mengatakan, mengatakan mereka telah meminta bantuan ahli untuk mengetahui bagaimana transaksi resmi dilakukan secara serentak di berbagai negara.

City Union Bank Ltd India melaporkan pada bulan Februari bahwa mereka telah mengalami tiga "pengiriman uang palsu" hampir $ 2 juta yang telah didorong melalui platform keuangan SWIFT.

Pada 2016, peretas yang tidak dikenal mencuri lebih dari $ 81 juta dari rekening bank sentral Bangladesh dengan Federal Reserve Bank Of New York. Penyidik ​​telah membuat sedikit kemajuan dalam kasus ini.

"Meskipun ada kesadaran untuk selalu memperbarui mekanisme kesiapan dan pertahanan cyber organisasi, banyak lembaga yang bangun untuk realitas ini hanya menyiarkan kejadian yang sering menyebabkan kehilangan reputasi dan / atau penyimpangan keuangan," kata Nikhil Bedi, mitra dengan Deloitte India.

($ 1 = 69,8950 Indian Rupee) (Dilaporkan oleh Rajendra Jadhav; diedit oleh Adrian Croft)
 
 AMERIKA (USA)

Latar Belakang :

Pada tahun 1999, Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL). Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yang berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.

Fokus pada bidang :

Hukum Siber di Amerika melakukan fokus di bidang Transaksi Elektronik, Privasi Komunikasi, Penyadapan / Pembajakan, Hak Cipta, dan Keamanan Data

Pelanggaran yang pernah terjadi :

Kasus : Ribuan Data Dicuri, Amerika Kejar 9 Pelaku Kejahatan Siber Iran

Pemerintah Amerika Serikat menyatakan 9 mahasiswa asal Iran terlibat upaya pencurian siber besar-besaran, yang disponsori negara itu, untuk mengambil data dari ratusan universitas, perusahaan dan lembaga pemerintah di Amerika Serikat dan berbagai negara.

Pada Jumat, 23 Maret 2018, pemerintah federal AS mengumumkan para tersangka berafiliasi dengan sebuah perusahaan bernama Mabna Institute, yang berbasis di Iran. Mereka diduga menyerang sistem komputer Departemen Tenaga Kerja AS, Komisi Pengaturan Energi Federal, PBB dan negara bagian Hawaii dan Indiana.

"Informasi yang dicuri termasuk penelitian akademis dalam teknologi, kedokteran, dan ilmu lain, bernilai US $ 3,4 miliar," begitu pernyataan pihak berwenang seperti dilansir media Haaretz, Jumat, 23 Maret 2018.

(sumber : https://dunia.tempo.co/read/1072823/ribuan-data-dicuri-amerika-kejar-9-pelaku-kejahatan-siber-iran/full&view=ok
 
CHINA

Latar Belakang :

China sebagai kekuatan ekonomi Asia telah mengubah segala lini perekonomian sehingga menyebabkan tingkat kejahatan yang meningkat dan berdampak bagi kejahatan cyber. Hal ini bisa terlihat dengan berbagai kasus penipuan melalui dunia maya yang terjadi dibeberapa kota di China.

Berbicara tentang cyberlaw di China maka sebenarnya ada dua organisasi yang paling penting bertanggung jawab atas keamanan internal dan eksternal adalah Biro Keamanan Publik (PSB), bertanggung jawab atas keamanan internal, dan Keamanan Kementerian Negara (MSS), yang menangani keamanan eksternal. Tanggung jawab Biro Keamanan Umum (PSB) secara resmi dikodifikasikan dalam: “Jaringan Komputer Informasi dan Internet Security, Perlindungan dan Peraturan Manajemen”, hal itu telah disetujui  oleh Dewan Negara pada  11 Desember 1997 dan diterapkan 30 Desember 1997.

Tanggung jawab untuk menjaga  Internet security menjadi tanggung jawab ISP (Internet Service Provider) sendiri, dan apabila terjadi pelanggaran oleh pengguna maka lisensi  ISP akan dibatalkan oleh Pemerintah China. Pembatalan tersebut antara lain berhubngan dengan bisnis dan pendaftaran jaringan, denda dan kemungkinan penuntutan pidana baik staf perusahaan dan pengguna sesuai dengan pasal 20-23. Hal ini telah diterapkan oleh Departemen Perindustrian Informasi (Departemen Kebijakan, Hukum dan Peraturan) sejak tahun 1996. Apabila provider tidak dapat mengendalikan dan menjaga integritas keamanannya maka provider lah yang akan dikenakan sanksi.

Fokus pada bidang :

Hukum Siber di China melakukan fokus di bidang perlindungan data konsumen dan keamanan data pada sistem komputer setiap instansi swasta / pemerintah

Pelanggaran yang pernah terjadi :

Kasus : Karyawan Apple di Cina Diduga Mencuri Data Pengguna

Sebuah gerakan bawah tanah dijalankan sekelompok karyawan Apple, menjual data-data pribadi pengguna di Cina. Dari peristiwa ini, berhasil diringkus 22 orang oleh penegak hukum Cina karena dicurigai melanggar privasi pengguna Apple.

Selain itu, menurut polisi setempat di provinsi Zhejiang selatan, mereka juga diduga secara ilegal memperoleh data-data pribadi digital tersebut.

Pihak berwenang tidak menentukan apakah data tersebut milik pengguna Apple Cina atau di luar negeri. Dari 22 tersangka, 20 adalah karyawan perusahaan yang bekerja dengan Apple, yang diduga menggunakan sistem internal untuk mengumpulkan nama pengguna, nomor telepon, ID Apple dan data pribadi lainnya.

(sumber : https://www.suara.com/tekno/2017/06/13/171500/karyawan-apple-di-cina-diduga-mencuri-data-pengguna
 
JEPANG

Latar belakang

Undang-undang utama yang mengatur informasi pribadi dan data di Jepang adalah Undang-Undang tentang Perlindungan Informasi Pribadi (57/2003).

Amandemen terbaru terhadap undang-undang, yang mulai berlaku pada 30 Mei 2017, telah diperbarui untuk mencerminkan undang-undang perlindungan data masyarakat internasional dan internasional, yang meliputi pembentukan Komisi Perlindungan Informasi Pribadi (PPC) sebagai komisaris privasi Jepang dan pengenalan pembatasan tertentu pada transfer data pribadi di luar Jepang.

Melalui panduan terperinci yang dikeluarkan oleh PPC, undang-undang perlindungan data nasional Jepang, sampai taraf tertentu, terjebak dengan kurva internasional. Berdasarkan amandemen undang-undang tersebut, Jepang akan memiliki tingkat perlindungan data yang sebanding dengan yang dimiliki Uni Eropa.

Fokus pada bidang :

keamanan data yang spesifik, seperti perlindungan informasi pribadi dari pengguna.
 
Kasus :
 
 Hacker Bobol Bursa Saham Bitcoin Jepang Rp 7,1 Triliun

Coincheck, bursa mata uang virtual ala Bitcoin di Jepang, kehilangan 523 juta koin NEM (cryptocurrency Jepang) senilai 58 miliar yen atau sekitar Rp 7,1 triliun.

Pembobolan Coincheck menjadi peringatan bagi bursa mata uang virtual lainnya agar lebih ketat dan berhati-hati. Sebelumnya, hal serupa menimpa bursa cryptocurrency asal Korea Selatan. Beberapa waktu lalu, Youbit kehilangan 17% dari aset digital miliknya. Tak lama kemudian, Yapian, perusahaan induknya, mendaftarkan status perusahaannya bangkrut.

 
KOREA SELATAN

Latar Belakang :

Selama era internet, kebijakan sensor Internet pemerintah Korea Selatan telah berubah secara dramatis. Menurut Michael Breen, sensor di Korea Selatan berakar pada kecenderungan historis pemerintah Korea Selatan untuk melihat diri mereka sebagai "orang tua yang baik hati dari massa".

Namun, anonimitas di internet telah merusak sistem kehormatan Korea dan hierarki sosial, sehingga lebih mudah bagi warga Korea Selatan untuk menjadikan para pemimpin politik sebagai "penghinaan". Sensor internet Korea Selatan dapat dipecah menjadi tiga periode.

Pada periode pertama, dari tahun 1995 hingga 2002, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Bisnis Telekomunikasi (TBA), yang merupakan undang-undang sensor internet pertama di dunia. Undang-undang menciptakan badan yang disebut Komite Etika Komunikasi Internet (ICEC), yang memantau Internet dan membuat rekomendasi agar konten dihapus. ICEC mengejar penuntutan pidana dari mereka yang membuat pernyataan yang tidak sah dan memblokir beberapa situs web asing. Dalam delapan bulan pertama tahun 1996, ICEC secara kasar menurunkan 220.000 pesan di situs Internet.

Periode kedua, dari tahun 2002 hingga 2008, pemerintah mengeluarkan revisi undang-undang TBA. Hal ini memungkinkan ICEC untuk terlibat dalam kepolisian internet yang lebih canggih dan memungkinkan badan birokrasi lain untuk memantau internet untuk pidato ilegal atau mencatat situs web yang melanggar hukum . Selama waktu ini, ada dorongan politik untuk meningkatkan sensor internet ekstensif dengan sejumlah besar kasus bunuh diri mulai bangkit dari rumor online. Pada tahun 2007, lebih dari 200.000 insiden cyberbullying dilaporkan.

Fokus pada bidang :

Hukum Siber di Korea Selatan melakukan fokus di bidang perlindungan dari kejahatan internet seperti; penghapusan konten-konten berbahaya, penghinaan terhadap pemimpin di sosial media, pidato ilegal, dan cyberbullying.

Pelanggaran yang pernah terjadi :

Kasus : Kasus pornografi lewat kamera pengintai jadi wabah di Korea Selatan

Korea Selatan adalah salah satu negara yang paling maju secara teknologi dan terhubung secara digital di dunia. Mereka memimpin dunia dalam kepemilikan ponsel pintar - hampir 90% orang dewasa memilikinya dan 93% memiliki akses ke internet.Tetapi kemajuan seperti inilah yang membuat kejahatan seperti ini begitu sulit dideteksi dan para penjahatnya amat sulit ditangkap.

Park Soo-yeon mendirikan kelompok menolak kejahatan seksual digital dengan nama Ha Yena pada 2015. Ini adalah bagian dari kampanye untuk memblokir salah satu situs paling terkenal bernama Soranet.

Situs ini memiliki lebih dari satu juta pengguna dan mengunggah berbagai video yang diabadikan dan dibagikan tanpa sepengetahuan atau persetujuan dari para perempuan yang ditampilkan. Banyak video diambil secara diam-diam di dalam toilet dan ruang ganti, atau diunggah oleh mantan pasangannya untuk motif balas dendam.

Sejumlah perempuan yang dimunculkan dalam video kemudian bunuh diri.

(sumber : https://news.detik.com/bbc-world/d-4148233/kasus-pornografi-lewat-kamera-pengintai-marak-di-korea-selatan)  
 
 UNI EROPA

Latar Belakang :

Pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Council of Europe ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.

Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana.

Fokus pada bidang :

Hukum Siber di Eropa melakukan fokus di bidang Keamanan Data, Privasi Komunikasi, dan Pembajakan / Hacking

Pelanggaran yang pernah terjadi :

Kasus : Europol: Ransomware WannaCry Telan 200 Ribu Korban

Badan kerja sama polisi Uni Eropa, Europol, menyebut serangan siber ransomware WannaCry telah memakan lebih dari 200 ribu korban setidaknya di 150 negara. Perangkat lunak jahat ini telah melumpuhkan ratusan ribu jaringan komputer instansi perusahaan maupun pemerintah secara global sejak Sabtu pekan lalu.

Malware ini disebut sebagai salah satu yang paling canggih dan mulai terdeteksi menyebar secara global sejak Kamis (11/5). Sejauh ini, belum ada penangkal untuk mendekripsi file yang terjangkit.

Pelaku meminta pengguna membayar sebesar US$300 dolar dalam bentuk Bitcoin virtual sebagai tebusan agar dokumen yang disandera atau dikunci bisa dibuka kembali.

(sumber : https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170515093248-134-214826/europol-ransomware-wannacry-telan-200-ribu-korban

Kesimpulan :
 
dari kasus - kasus yang telah terjadi di berbagai negara kita dapat mengambil pelajaran bahwa teknologi pun ada sisi negatif nya bahkan sangat banyak bila tidak dikendalikan dan di pakai secara baik dan bijak. maka dari itu penting sekali untuk menggenalkan tentang cyber law kepada masyarakat luas sehingga nanti nya masyarakat dapat memakai teknologi secara baik dan bijak. dan setiap negara mempunyai kebijakan nya masing - masing dalam menentukan hukum yang berlaku demi untuk menjaga masyarakatnya dan menjaga negara dari serangan cyber law tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar